Pagi tadi (8 November 2010), Badan Hisab Rukyat, Kementerian Agama RI melakukan sidang itsbat untuk menentukan kapan awal bulan Dzulhijjah 1431 H dan Idul Adha tahun 2010 ini. Menurut pemerintah, berdasarkan laporan pemantauan bulan sabit baru (rukyatul hilal), di wilayah indonesia tidak ada yang bisa melihat bulan pada hari Sabtu, 6 November 2010. Dan pada saat matahari terbenam ketinggian bulan juga belum mencapai 2 derajat. Oleh karena itu ditetapkan bahwa 1 Dzulhijjah 1431 Hadalah hari ini, 8 November 2010. Dengan demikian Idul Adha di indonesia akan jatuh pada hari Rabu, 17 November 2010.
Namun demikian, Muhammadiyah tetap memutuskan untuk berlebaran Haji sehari sebelumnya pada Selasa, 16 November 2010. Hal ini dikarenakan mereka menganut asas wujudul hilal. Dengan dasar ini, asal bulan sabit telah berada di atas ufuk, meskipun tidak bisa dilihat maka bulan baru telah masuk.
Sementara itu, Arab Saudi juga telah secara resmi mengumumkan bahwa Idul Adha juga jatuh pada 16 November 2010. Keputusan Arab Saudi ini sedikit mengandung tanda tanya bagi sebagian orang. Para ahli astronomi sering mempertanyakan keputusan semacam ini karena didasari oleh "klaim” dilihatnya bulan baru pada kondisi yang menurut perhitungan astronomis tidak mungkin atau sangat sulit untuk melihat bulan sabit baru. (Lihat juga pembahasan Prof. T. Djamaluddin dari LAPAN)
Akar Perbedaan Penetapan Tanggal Hijriyah
Banyak faktor yang menyebabkan perbedaan semacam ini, baik yang bersifat fiqih, ilmiah maupun teknis. Lihat saja dari sisi fiqih atau ijtihad para ulama dan ormas islam, ada yang memakai Hisab ada yang Rukyat. Yang memakai hisab juga belum sepakat kriteria perhitungan yang mesti dipakai. Yang memakai Rukyat juga kadang terpecah dalam penerimaan laporan keberhasilan rukyat. Apakah harus didukung data astronomis atau asal berani disumpah. Kedua kriteria juga akhirnya berbeda dalam wilayah penetapannya. Apakah lokal, berdasarkan negara, atau global.
Dari sisi astronomis dan teknis, sebenarnya ada perbedaan antara bulan hijriyah dan miladiyah(masehi). Jika dalam kalender masehi, kita mempunyai garis batas tanggal internasional, maka garis semacam ini belum ada (belum disepakati) dalam kalender hijriyah. Dalam kalender masehi, hari dan tanggal dimulai di garis tersebut yang terletak di wilayah lautan Pasifik. Setiap pergantian bulan baru, hari dan tanggalnya bermula di sana. Tidak berubah. Sementara dalam kalender hijriyah, jika mengikuti munculnya bulan di ufuk barat sebagai tanda pergantian bulan, maka awal kemunculan bulan ini akan berganti-ganti tempat setiap bulannya.
Karena itu bisa jadi bulan baru (hilal) tanda pergantian bulan muncul pertama kali di wilayah Mekah, sementara pada hari masehi yang sama, bulan tidak terlihat di wilayah Indonesia. Secara teori, pergantian bulan dimulai dari wilayah Mekah, dan diikuti oleh wilayah-wilayah di sebelah baratnya. Barulah pada hari masehi berikutnya, wilayah Indonesia memasuki bulan baru tersebut.
Saya tebalkan hari masehi pada paragraf sebelumnya karena di sinilah orang sering mendapat kerancuan. Pada gambaran di atas, sebenarnya wilayah Mekah dan Indonesia masih dalam satu hari yang sama menurut penanggalan hijriyah (berdasarkan kriteria rukyat lokal). Namun secara masehi berbeda.
Inilah faktor lain yang kadang membuat orang bingung.
Solusi untuk mengatasi perbedaan Hari Raya
Perbedaan pendapat akan selalu ada. Bagaimana mengatasinya? Di dalam islam ada mekanisme musyawarah dan juga kepemimpinan (imam, ulil amri). Jika musyawarah tak menghasilkan kesepakatan maka kewajiban pemimpin yang memberikan ketetapan dan ketegasan. Makmum, masyarakat tinggal mengikuti.
Solusi lain adalah dengan menyatukan konsep hari kalender masehi, yang secara de-facto sudah dipakai dalam kehidupan sehari-hari dengan kalender islam global. Kalender islam yang memberikan satu tanggal yang sama di seluruh dunia untuk setiap tanggal dan hari masehi. Misalnya, Senin, 1 Agustus adalah 12 Muharram. Tidak ada satu negara yang masih 11 Muharram atau sudah 13 Muharram.
Untuk penyatuan ini, tak ada cara lain selain menganut hisab ataupun rukyat global. Dalam konsep ini, kemunculan bulan baru di mana pun di muka bumi, berlaku bagi seluruh wilayah dunia yang memiliki hari dan tanggal masehi yang sama. Meskipun, misalnya, di indonesia tidak terlihat bulan dan menurut hisab, bulan juga masih belum di atas ufuk, tetapi jika di amerika bulan bisa terlihat, maka orang indonesia sudah harus masuk bulan hijriyah yang baru.
Epilog
Beginilah kondisi umat islam saat ini. Satu tuhannya, satu agamanya, namun berbeda-beda hari rayanya. Semoga Allah segera mewujudkan kesatuan penanggalan islam di negeri ini dan dunia. Aamiin.